PERUBAHAN PARIGI MOUTONG

PERUBAHAN PARIGI MOUTONG

Selasa, 19 Maret 2013

 
Pungli Boyantongo Di Legitimasi

PALU, MERCUSUAR- Pungutan sebesar Rp100 ribu bagi setiap pemilik kendaraan roda enam yang melintas di trans Sulawesi, tepatnya di Sungai Boyantongo, Kecamatan Parigi Selatan Kabupaten Parigi Moutong (Parmout), ternyata dilegitimasi (disetujui) Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Parmout Badrun SE dan beberapa pejabat setempat.
Sejumlah dokumen yang diperoleh Koran ini, menguatkan Sekkab serta beberapa pejabat setempat terindikasi melegitimasi penarikan pungutan liar tersebut karena tidak memliki payung hukum.

Keputusan Kepala Desa Boyantongo Nomor 08/SK-KDB/IX/2012 tentang pembuatan jembatan alternatif/jembatan bronjong di Sungai Desa Boyantongo, salah satu dokumen yang menguatkan indikasi dukungan institusi setempat melakukan pungli bagi bus dan mobil truk yang melintas di Sungai Boyantongo, yang merupakan jalur trans Sulawesi. SK tersebut ditandatangani oleh Kades Boyantongo Suardi Dg Pasolong dan diketahui oleh Camat Parigi Selatan Mahfuz Usman tertanggal 24 September 2012.
Dalam SK tersebut menetapkan CV Sri Indah Group untuk melaksanakan pembuatan jembatan alternatif/jembatan bronjong di Sungai Boyantongo dengan ketentuan penarikan retribusi maksimal Rp100 ribu bagi setiap kendaraan yang melintas di jembatan bronjong Desa Boyantongo. Dana tersebut diantaranya diperuntukkan bagi pemilik modal sebesar 37 persen, pemeliharaan sarana jalan berkaitan jembatan bronjong 17 persen serta 5 persen dialokasikan untuk korban bencana alam banjir bandang yang rumahnya hancur/rusak.

Masalahnya sekarang, penarikan retribusi tersebut bukan bagi pengendara yang melintas di atas jembatan, melainkan yang melintas di Sungai Boyantongo. Karena jembatan darurat/jembatan bronjong yang didanai oleh pihak ketiga hanya bisa dilalui kendaraan roda empat.

Penarikan retribusi tersebut didukung oleh tokoh masyarakat, tokoh agama serta warga setempat disaksikan Camat Parigi Selatan Mahfuz Usman dan Kades Boyontango Suardi Dg Pasolong. Tercatat, sekitar 200 an tokoh agama, masyarakat dan warga setempat yang bertandatangan dalam surat dukungan penarikan retribusi tersebut dan meminta CV Sri Indah Group dalam hal ini Hi Alimuddin bersedia membuat jembatan alternatif/jembatan bronjong dengan menggunakan dana pribadi. Adapun pendapatan atau jasa yang didapatkan dari setiap mobil yang melintas, diperuntukkan kepada korban bencana alam dan kemaslahatan ummat.

Penarikan retribusi tersebut diperkuat dengan terbitnya nota kesepakatan damai pada hari Rabu, 21 November 2012 yang ditandatangani Kades Dolago, Kades Boyantongo, penasehat kegiatan Abdurrahim Arief Hi Buchari SH, MH, Musanid A Lawalado serta Ikbal H Ahmadi. Penandatanganan nota kesepakatan damai itu disaksikan Sekkab Parmout, Badrun SE serta Kapolres Parigi Moutong Y Hondawantri Naibaho. Salah satu item dalam nota kesepakatan damai itu menjelaskan bahwa setiap truk yang melintas akan dimintai jasanya sebesar Rp100 ribu. Hasilnya, diperuntukkan buat pembangunan rumah ibadah sebesar 35 persen, H Alimuddin sebagai pemodal serta 30 persen untuk biaya operasional. Selanjutnya, evaluasi dan monitoring pelaksanaan penyeberangan bronjong di Sungai Boyantongo adalah Camat ParigiSelatan, Kepala Desa Boyantongo serta penasehat kegiatan Abdurahim Arief Hi Buchari SH,MH yang merupakan salah satu dosen di Untad.

Camat Parigi Selatan Mahfus yang akan dikonfirmasi terkait hasil pungutan itu terkesan menghindar. Bahkan saat akan ditelepon kembali handphonennya sudah tidak aktif lagi.

Semnetara itu, Sekkab Parmout Badrun Nggai dikonfirmasi hal itu di ruang kerjanya, Jumat (1/2), mengatakan bahwa pungutan yang diberlakukan di sungai Boyantongo khususnya bagi kendaraan roda enam ke atas, merupakan hasil kesepakatan bersama.
Namun untuk pungutan sebesar Rp100 ribu rupiah itu katanya, adalah merupakan hasil kesepakatan yang pertama pada tahun 2012 silam. Namun belum lama ini, sekitar awal bulan Januari 2013, pihak Organda Kabupaten Parigi Moutong melakukan protes terhadap besaran pungutan yang diberlakukan tersebut.

Sehingga, akhirnya dibuatlah kembali pertemuan yang dihadiri oleh camat Parigi Selatan, Kapolsek Parigi, Kades Boyantongo dan Pemkab Parmout yang dihadiri Sekkab serta perwakilan organda Parmout. Dalam pertemuan tersebut mengahasilkan kesepakatan baru yang menetapkan pungutan retribusi sebesar Rp50 ribu untuk setiap kendaraan yang lewat. Sedangkan kendaraan yang tidak bermuatan tidak dikenakan biaya.
Badrun juga tidak mengelak, bahkan membenarkan jika dirinya sebagai Sekkab menandatangani hasil kesepakatan saat itu, disaksikan Kapolres dan Danramil pada pertemuan di ruang rapat bupati. Poin kesepakatannya adalah menyetujui pungutan sebesar Rp100 ribu per kendaraan yang lewat sebagai biaya jasa untuk pemeliharaan jembatan bronjong yang dibuat oleh warga.

Namun untuk hasil pungutan itu, Badrun mengatakan tidak mengetahui persis peruntukan hasil pungutan itu. Namun berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan Kepala Desa Boyantongo bahwa hasil pungutan tersebut akan dikelola oleh pihak Desa Boyantongo dengan beberapa pembagian. yang pastinya tidak ada yang masuk ke kas daerah.

“ Tentang persetujuan pungutan hasil pertemuan awal sebesar Rp 100 ribu itu, Pemkab Parmout hanya menyahuti apa keinginan masyarakat Boyantongo, namun Pemkab tidak serta merta melepas begitu saja, artinya tetap dilakukan pengawasan di lapangan,” jelasnya.
Badrun juga menegaskan bahwa praktik pungutan saat ini terjadi di jembatan Boyantongo tidak bisa dikatakan pungutan liar (pungli) karena diketahui oleh aparat desa, camat serta Pemkab Parmout.
“Itu bukan pungli akan tetapi biaya sewa jasa terhadap jembatan bronjong,dan juga dananya digunakan untuk biaya perbaikan jembatan kalau ada yang rusak,” tandasnya.
Namun Ia berjanji akan segera melakukan sidak terhadap praktik pungutan yang saat ini tidak sesui dengan hasil kesepakatan.

Sementara itu Kapolres Parmout AKBP Yusuf Hondawan yang dikonfirmasi terkait hal itu mengaskan bahwa pihak aparat keamanan hanya melakukan pengamanan saja jika ada hal- hal yang terjadi di tempat itu. Sedangkan masalah pungutan itu, pihaknya tidak mengetahui persis kemana aliran dana itu.

Sementara itu Danramil Parigi hingga berita ini naik cetak belum bisa dikonfirmasi. Ketika wartawan ini mencoba mengkonfirmasi melalui telpon genggam, ponselnya tidak aktif.
Pernyataan Sekkab tersebut sangat bertolak belakang dengan fakta di lapangan. Hal itu terlihat saat wartawan media ini melintas menggunakan salah satu bus roda enam bersama rombongan jurnalis tujuan PT Vale di Soroako, Kabupaten Luwuk Timur Sulawesi Selatan, Senin (28/1) silam, sejumlah oknum meminta jasa retribusi pada sopir bus sebesar Rp100 sesuai besaran tarif yang terpampang di papan pengumuman retribusi.

Namun ketika mengetahui penumpang di dalam bus tersebut merupakan para jurnalis media cetak dan elektronik dari Palu, oknum tersebut hanya meminta jasa retribusi sebesar Rp10 ribu. Walau sebelumnya sempat bersitegang dengan sejumlah wartawan saat meminta tanda bukti besaran tarif retribusi. Terlebih lagi, bus yang ditumpangi para wartawan tersebut, hanya melintas di atas sungai, bukan diatas jembatan alternatif. Lain halnya ketika rombongan wartawan kembali menuju ke Palu pada Rabu (30/1) dini hari, oknum meminta tarif retribusi jasa melintas di atas sungai Boyantongo sebesar Rp100 ribu.

INSTRUKSI BUPATI TAK BERGIGI


Belakangan, Bupati Parigi Moutong (Parmout) Syamsurizal Tombolotutu mengeluarkan surat Nomor 024/3342/Bag Umum tertanggal 14 November 2012 perihal penertiban arus kendaraan umum melalui sungai/jembatan Dolago. Isi surat Bupati tersebut memerintahkan Camat, Kades Boyantongo, Kades Dolago serta warga desa setempat yang melakukan kegiatan penanganan arus kendaraan yang melewati jembatan/sungai Dolago, terhitung mulai tanggal 14 November 2012 tidak ada lagi warga setempat melakukan kegiatan di sungai/jembatan untuk kendaraan umum. Sehingga, untuk

sementara waktu yang mengatur arus kendaraan umum melalui sungai/jembatan ditangani sepenuhnya secara terpadu dari kesatuan kepolisian/TNI, dinas Perhubungan dan Pol PP sampai dengan batas waktu yang dibutuhkan. Poin selanjutnya menegaskan bahwa jalan melalui jembatan sungai Dolago adalah jalan Negara trans Sulawesi yang harus

dijaga/dipelihara untuk kelancaran arus kendaraan umum, sehingga tidak dibenarkan ada pungutan-pungutan uang dari setiap kendaraan umum yang melewati jalan tersebut.
Masalahnya sekarang, pihak-pihak tertentu telah mengambil keuntungan dari penarikan tersebut seperti yang tertera dalam butir kesepakatan.”Sebaliknya, banyak warga

khususnya para sopir truk keberatan dengan pungutan yang besar tanpa dilandasi oleh aturan yang berlaku,” kata Sukri Tjakunu warga Desa Boyantongo dalam rilis yang terima redaksi, Kamis (31/1). Padahal katanya, acuan untuk penarikan retribusi jasa penyeberangan bertentangan dengan Pasal 4 ayat 1 dan 3, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2006 tentang Jalan. Sebab, sejak awal pemerintah telah mempihakketigakan pembuatan jembatan penyeberangan yang mendapat izin dari institusi pemerintah desa, kecamatan dan kabupaten. DIN/TIA 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar