PERUBAHAN PARIGI MOUTONG

PERUBAHAN PARIGI MOUTONG

Senin, 04 Februari 2013

Sopir Keluhkan Pungutan di Jalan Trans Sulawesi

Jumat, 1 Februari 2013

Sopir Keluhkan Pungutan di Jalan Trans


SEJUMLAHsopir bus mengeluhkan pungutan yang dilakukan di bawah jembatan darurat Desa Boyantongo, Kecamatan Parigi Selatan.  Pasalnya, tiap melintas di Sungai Boyantongo, para sopir diwajibkan membayar uang Rp100 ribu, yang dinilai cukup besar.
Pantauan koran ini beberapa waktu lalu, setiap kendaraan yang melintas di Sungai Boyantongo diwajibkan membayar Rp100 ribu. Ada sekitar puluhan orang yang berjaga di pos yang ada di kedua sisi sungai. Dari kejauhan, papan bertuliskan penyeberangan jembatan bronjong Rp100 Ribu jelas terlihat. “Ini untuk perawatan jembatan bronjong yang dilewati bus-bus dan truk,” sebut warga penjaga pos.
Aktivitas warga tersebut sudah berjalan cukup lama sejak ambruknya jembatan. Para sopir bus dan truk yang melintas, mengaku terbebani dengan pungutan yang dinilai cukup besar, saat melewati Sungai Boyantongo. Mereka mengaku, harus menambah biaya operasional ketika melewati sungai tersebut. “Kita tidak dikasih lewat jembatan darurat, padahal jembatan itu sudah bisa dilewati bus,” kata salah seorang sopir bus jurusan Palu-Poso, yang enggan dikorankan namanya.
Kegiatan warga itu, seolah mendapat dukungan dari petugas Dinas Perhubungan yang melarang kendaraan seperti bus dan truk melintasi jembatan darurat dan mengarahkan untuk melewati sungai. Pungutan penyeberangan di Sungai Boyantongo itu, sebenarnya tidak menjadi beban, jika tidak ditentukan dengan jumlah yang cukup besar. “Otomatis setiap kali lewat harus menyiapkan Rp100 ribu, bayangkan kami tiap hari lewat di situ, berapa juta yang kami siapkan perbulannya hanya untuk melintas,” keluh sopir tersebut.
Dia berharap, melalui pemerintah, warga yang mengelola pungutan itu, dapat menurunkan biaya penyeberangan bagi jasa transportasi umum, yang setiap harinya melintasi jalur Trans Sulawesi. “Kalau bisa diturunkan lah sedikit. Atau sifatnya jangan seperti pungutan begini, karena pasti tidak ada dasar hukumnya memungut hingga Rp100 ribu,” tandasnya.
Terkait dengan pungutan tersebut, ternyata sudah ada warga yang melaporkannya ke Tipikor Polda Sulteng. Mereka melaporkan pungutan yang dilakukan di jembatan darurat yang dibangun di lokasi eks bencana banjir dan longsor di Desa Boyantongo, Kabupaten Parimo. Pasalnya, pungutan sebesar Rp100 ribu dianggap sangat tidak sesuai.
Sukri Tjakunu, selaku warga yang melaporkan pungutan tersebut ke Tipikor Polda Sulteng menduga, ada berapa oknum  ditingkat desadan kecamatanyangmengambil inisiatif untuk memberikan izin pembuatan akses jalur penyebrangan bagi kendaraan roda enam dengan menggunakan bronjong, yang pengelolaannya dan pembiayaannya diserahkan penuh pada pihak pengusaha. Kemudian disertai dengan pungutan tanpa dilandasi dengan aturan yang berlaku. “Ini tidak sesuai dengan aturan,” ujarnya.
Padahal jelas-jelas bertentangan dengan peraturan pemerintah, dimana berdasarkan peraturan pemerintah nomor 36 tahun 2006 tentang jalan pasal 4 ayat 1, menyebutkan penyelenggara jalan umum wajib mengusahakan agar jalan dapat digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat, terutama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, dengan mengusahakan agar biaya umum perjalanan menjadi serendah-rendahnya. Kemudian, pasal 4 ayat 3, penyelenggara jalan umum wajib mendukung pertumbuhan ekonomi diwilayah yang sudah berkembang agar pertumbuhannya tidak terhadambat.  
Adapun dampak yang terjadi banyak keluhan warga khususnya para sopir. Mereka keberatan dengan pungutan tersebut.Makanya, pihak kepolisian harus mengusut persoalan ini. “Persoalan ini baru saja kami laporkan, Rabu (30/1) ke Tipikor Polda Sulteng,” jelasnya kepada Radar Sulteng belum lama ini.(agg/cr2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar